Sunday, March 18, 2012

Jelajah 3 Kota Part I


Okay, saat ini gw mau cerita liburan gw ke 3 kota, 1 hari setelah gw kembali dari Cikuray. Gw berencana untuk pergi ke Wonosobo, Solo, dan Jogja bareng Siskom. Kenapa ga Jogja dulu baru Solo? Karena Jogja merupakan kota favorit gw dan Siskom jadi kami mau puncaknya disana. Kami sudah merencanakan trip ini sejak akhir 2011, setelah bargain akhirnya dapet lah tanggal 20-25 Februari 2012. Awalnya gw agak males melanjutkan rencana ini karena gw capek banget abis dari Cikuray, tapi gw juga gak enak sama Siskom karena ini udah rencana kami sejak lama, akhirnya kami berangkat deh. Nah, gw mau certain trip kami per harinya ya..

Day 1/ 20 Feb 12
inside the bus
Gw berangkat dari rumah naik angkot ke Terminal Lebak Bulus dan ketemu Siskom di sana. Lalu kami naik bus Sinar Jaya Jakarta-Wonosobo ekonomi Rp 65.000,- gw ga suka naik bus ekonomi non-AC karena pasti banyak yang merokok, tapi itu bus terakhir yang bisa kami naiki berhubung kami bisanya berangkat sore. Bener aja tuh banyak bgt yg merokok! Bus berangkat pukul 18:30 dan kami duduk tepat di belakang pak supir supaya bisa ngobrol2 sama pak supir. Kami duduk di tempat duduk yang bertiga, ternyata di samping kanan Siskom itu bumil muda, jadi mual2 dan muntah2 mulu hahaha. Serunya berkenalan dengan pak supir dan asistennya, sewaktu berhenti di restoran, kami diajak makan gratis bersama supir2 Sinar Jaya lainnya :D

Day 2/ 21 Feb 12
Breakfast @ Terminal Wonosobo
Setelah perjalanan selama kurang lebih 11 jam, kami sampai di Terminal Wonosobo. Dari terminal itu terlihat Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Kami sarapan di kantin yang biasa si supir makan, tapi kali ini kami bayar. Lumayan mahal juga di kantin Mbak Dewi ini. Gw makan nasi, ikan asin, tempe mendoan, tahu, es teh manis Rp 12.000, padahal gw ngambilnya se-encrit2 doang. Setelah sarapan, jam 07:30, pak supir yang hendak istirahat di mess-nya mengantar kami ke perempatan yang menuju ke Dieng Plateau. Setelah mengucapkan kata perpisahan dengan pak supir dan asistennya yang genit itu, kami naik angkutan mini bus Wonosobo-Dieng yang bertarif Rp. 8.000,- jaraknya jauh juga ternyata ya, mungkin lebih dari 20 km. Pak supir yang katanya mantan guide ini menjelaskan kiri-kanan sambil menawarkan untuk jadi guide kami dengan biaya Rp. 450.000,- idih males banget. Agak nyesel juga sih duduk di depan, si pak supir sok akrab ngomong mulu sambil senggol2 pula! Tapi yah lumayan informasi yang diberikan, jadi nambah pengetahuan gw juga. Sepanjang perjalanan gw menikmati indahnya Dieng. Dataran tinggi dengan ladang yang meliuk-liuk dan udara yang segar. Hasil ladang yang umumnya ada di sana adalah Kentang, Paprika, Selada, Kol, Carica, dll. Carica merupakan buah sebangsa Pepaya yang konon hanya dapat tumbuh di Amerika lalu ternyata dapat hidup di dataran tinggi Dieng. Biasanya diolah menjadi manisan. Rasanya enak loh!
Dieng Plateau

Penduduk Dieng umumnya santri dan yang wanita menggunakan kerudung. Jadi memang terlihat banget kalau bukan penduduk asli. Kami turun di pinggir jalan (asal nebak) lalu mencari penginapan. Target biaya penginapan kami adalah Rp. 50.000,- per malam. Awalnya agak susah mendapatkannya, namun setelah tawar-menawar, kami dapat penginapan Rp. 50.000,-/ malam di Ndarawati Home Stay. Penginapannya seperti kos2an yang ada di dalam rumah. Kamarnya berukuran kurang lebih 3x3 meter dengan 1 tempat tidur besar, 1 meja kecil, dan cermin kecil, dan stop kontak tentunya. Nah, penting banget nih bawa kabel rol dalam suatu trip karna banyak banget yang mau direcharge seperti kamera, ponsel, iPod, dll. Penginapan ini juga punya fasilitas air hangat, berhubung suhu disana amit2 dah dinginnya.

Setelah beres-beres dan istirahat kurang lebih 3 jam, kami berjalan menyusuri jalan (lupa namanya) sampai ke Telaga Warna. Sebelum masuk ke Telaga Warna kami makan mie khas Wonosobo: Mie Ongklok, harganya kalo ga salah Rp. 8000,- (lupa) mie-nya besar2 kayak Mie Gomak-nya Medan, trus ada tahu goreng kecil2, ditambah daun2an dan rempah2, enak euy! Setelah itu, kami masuk kawasan Telaga Warna dengan biaya Rp. 6000,-. Sebenarnya kami sempat diberitahukan sama seorang pemuda jalan pintas masuk Telaga Warna (yang nggak bayar) cuma kami agak ragu, karna hutan2 gitu. Lalu kami berfoto-foto dan menyusuri hutan yang mengelilingi Telaga Warna itu. Telaga Warna-nya sangat cantik, namun katanya jauh lebih cantik bila tidak habis hujan (waktu itu habis hujan). Di dalam hutan tersebut kami berkenalan dengan ibu2 yang sedang mencari kayu bakar, lalu berkenalan dengan seorang pemuda penjaga Telaga Warna bernama Andi.

Kawah Sikidang
Setelah mengobrol2 dengan Mas Andi, kami minta tolong Mas Andi untuk mengantar kami ke Kawah Sikidang (karna ojeg disana mahal banget). Lalu kami keluar dari Telaga Warna melalui jalan pintas yang gak bayar itu! Yah yang tau hanya penduduk. Next time kami kesana, lewat sana aja lah. Haha. Lalu Mas Andi mengantarkan kami ke Kawah Sikidang, 1 motor bertiga, Siskom di tengah2. Trek menuju ke Kawah Sikidang seperti trek menuju kaki Gn. Cikuray. Gilee bergetar men! Apalagi kami ber3! Haha. Kawah Sikidang merupakan kawah aktif dengan lumpur mendidih dan uap ber-bau belerang yang melimpah ruah. Tapi cantik banget! Setelah mengabadikan momen disana, kami beranjak pergi, sekarang giliran gw duduk di tengah. Wew ternyata bau tidak sedap datang dari Mas Andi dengan bajunya yang super kotor, well dia kerja di hutan. Siskom: “akhirnya lo merasakan, sekarang giliran lo..” hahaha. Lalu kami beranjak ke Candi Pandawa Lima rencananya mau lihat sun set disana. Mas Andi pulang dan kami menunggu senja datang. Niatnya mau makan kentang goreng sambil nunggu senja. Tapi harganya Rp. 10.000 semangkuk kecil! Buseng! Gak jadi dah! Sewaktu senja datang, ternyata sang matahari bersembunyi, huh! Kemudian kami memutuskan kembali ke penginapan, dijemput lagi sama Mas Andi. Kami memberikan Rp. 20.000,- sebagai tanda terima kasih kami. Setelah mandi, kami makan malam di tukang nasi goreng dekat penginapan, bersama Mas Andi dan Mas Heri, abangnya Mas Andi. Nasi gorengnya lumayan enak, Rp. 7.000,-. Setelah makan dan mengobrol2, kami kembali ke penginapan untuk istirahat dan bersiap2 besok untuk beranjak ke Solo. Sejauh ini pengeluaran sudah Rp. 138.500,-.

Wednesday, March 7, 2012

Trip to Mt. Cikuray, Garut


Puncak Cikuray in the morning, taken by Seto
Sekarang gw mau cerita tentang pengalaman pertama gw naik gunung. 17-19 Februari 2012 kemarin gw ikutan temen gw naik ke Gn. Cikuray, Garut bareng Seto, Yusril, Andi (Cukong), dan Restu. Ini keinginan gw dari dulu yang belum tercapai. Akhirnya, ada yang ngajakin hehe. Awalnya gw agak ragu karena tgl 20-25 Februari 2012 mau jalan juga sama Siskom, cape euy. Kenapa gw punya banyak waktu begitu? Karena gw baru aja resign dari rumah sakit swasta itu.
Kami berangkat pukul 22.00 tgl 17/2/12 dari rumah seorang kawan (Firman) di daerah Lenteng Agung. Kami naik angkutan T19 ke Terminal Kp. Rambutan dengan biaya Rp. 5000,- per orang. Sebenernya ga perlu semahal itu, tapi berhubung tas kami segede gaban, jd ya lebihin dikit lah. Lalu dari Terminal Kp. Rambutan kami naik bus ke arah Garut. Kami berangkat jam 24.00 dari Terminal Kp. Rambutan. Gw lupa nama busnya apa, yang jelas itu bus ber-AC, AC-nya dingin banget! Sewaktu mau berangkat, ada iklan sedikit, si Yusril diare jadi musti ke toilet dulu, sampe mesti disamperin Seto dulu hahaha. Ongkos per orangnya kalau ga salah Rp. 35.000,-. Perjalanan menuju Terminal Garut kurang lebih 4 jam. Kami sampai subuh2 gelap ngantuk dan kedinginan di sana. Seru banget kali ye klo pergi bareng pacar biar ada yang bisa dipeluk *uhuy.

si 'Ojeg Setan'
Dekat Terminal Garut ada pasar tradisional. Kami beli bahan2 untuk masak di sana. Setelah itu, kami naik angkot ke pangkalan ojeg Citelu. Lalu kami beli sarapan nasi kuning, beres2 tas, dan foto2, kami diantar abang2 ojeg ke stasiun TV TPI tempat ‘pintu masuk’ Gn. Cikuray, biaya per ojeg ini Rp 40.000. Ada juga kelompok lain yang menuju spot itu dengan menyewa pick-up. Ini kali pertamanya gw merasakan naik ‘ojeg setan’. Kenapa gw sebut ‘ojeg setan’? Trek menuju stasiun TV TPI itu luar biasa, berbagai macam jenis permukaan jalan ada, aspal, tanah, becek, bebatuan, ditambah alur yang berbelok-belok dan menanjak. Nah, si abang2 ojeg ini ngebut banget! Wew. Si abang ojeg gw udah abah2 dan motornya terlihat rongsok, namun luar biasa kuatnya. Gw sampe bergetar naik motor itu. Getarannya lebih mengancam jiwa daripada getaran jatuh cinta. Waduh, susah diungkapkan dengan kata2 deh.

Sesampainya di stasiun TPI, kami semua mengungkapkan bagaimana luar biasanya naik ojeg setan tersebut. Hahahaha.. Lalu kami sarapan, dan siap2 untuk naik. Rada takut juga gw. Fisik gw ga gitu kuat, takut gw nyusahin kawan2 pria ini. Pukul 08.00 kami memasuki kebun teh yang kemiringannya kurang lebih 45 derajat! Baru jalan 100 meter aja gw udah ngos2an. Tinggi gunung ini 2.818 m dpl, dengan kemiringan yang sangat miring hehe. Intinya gw dikit2 ngaso deh! Jadi ga enak juga sih, gara2 gw jadi sering istirahat. Hahaha. Malah bawaan berat banget! Tapi dibandingkan teman2 gw sih, gw paling enteng haha. Oya, gunung ini cukup terkenal angker karena pernah ada pendaki yang hilang, trus ada pendaki yang 'ketemu' sama si orang hilang yang bernama Rani itu.

me and Cukong, belom apa2 udah ngaso

Di sana ga ada sumber air, jadi musti bawa air dari bawah. Temen gw, si Restu dan Seto lah yang paling kuat. Gw gatau itu mereka pake batre apa yah, yaa namanya juga udah master. Merem juga udah sampe puncak. Seto bilang kalo naik gunung itu pas naik pasti ngerasa “ngapain sih, cape2?” dan ngerasa ga mau naik lagi. Tapi kalo udah selesai, pasti mau lagi. Selama naik, gw sumpah serapah dalam hati ‘gak mau lagi!’ Gak kuaatt huhu. Untung si para lelaki ini lucu2, jd sangat menghibur. Kami terus berjalan melewati hutan di jalan yang ‘vertikal’. Setelah melewati 5 pos, puncak bayangan, dan sekian kali beristirahat, akhirnya sampai juga di puncak kira2 pukul 16.30. Wahh puas banget rasanya. Indah sekali pemandangan dari atas puncak Cikuray. Tapi kami ga dapet spot untuk buka tenda, karena banyak juga yang sedang naik. Kemudian kami agak turun lagi kurang lebih 100 meter untuk mencari spot yang oke untuk buka tenda.

our tents

Setelah jalan kurang lebih 8 jam, ingin rasanya gw mandi. Keringatan + kedinginan = lepek. Sementara para lelaki membangun tenda, gw duduk sambil makan Oreo Ice Cream yang berwarna oranye. Enak coy. Lalu kami beres2, atur tempat untuk tidur, ganti baju, dan masak untuk makan malam. Menu kami malam itu nasi+nugget+ soup. Enak juga hasil masakan di nesting. Hari makin gelap. Kami main kartu smpai jam 22.00 sambil memasak nasi untuk bikin nasi goreng esok harinya. Gw tidur bareng Seto dan Yusril. Gw dapet di pinggir kanan yang tanahnya gak rata. Huh. Tapi untunglah sleeping bag-nya lumayan tebal. Dinginnya ajegilee.. kencangnya angin beradu dengan tenda menghasilkan suara yang lumayan nyaring, seperti orang sedang bersiul.


Restu and me, bikin nasi goreng
Pukul 5 pagi terdengar sayup2 suara anak2 pencinta alam asal sebuah SMA negeri yang terletak di Bukit Duri, menyanyikan Indonesia Raya. Waw, awalnya gw piker itu mimpi. Ternyata bener, pagi2 buta di suhu minus derajat celcius, ada anak2 menyanyikan lagu kebangsaan. Para lelaki membangunkan gw untuk lihat sunrise, haduuhh gak kuat gw dinginnya, dan membayangkan musti naik lagi ke puncak karna tenda kami gak di puncak. Badan gw kayak cucian yang habis diperas, bergerak aja susah! Setelah hari terang, gw mulai siap2 untuk masak sarapan pagi. Ternyata, di tenda sebelah, Cukong masih tidur. Doi ga ikutan naik ke puncak juga. Yusril, Restu, dan Seto bilang bagus banget di atas. Agak nyesel juga sih gw ga ikutan, tapi beneran ga kuat dinginnya dan naik ke atas lagi. Menu sarapan kami adalah nasi goreng, nugget, dan bakso goreng. Setelah sarapan dan packing, kami siap2 untuk turun. Kami turun kurang lebih jam 9.30. Turun gunung memang lebih cepat, tapi kaki gw bergetar banget. Lebih susah turun ternyata haha, kepeleset dan kepentok kayu berkali-kali, ditambah hujan ringan yang turun.

turun gunung

Kami sampai di stasiun TPI kira2 pukul 15.30. Setelah ber-beres2 dan bersih2, kami dijemput kembali oleh sang ‘ojeg setan’. Perjalanan seperti sewaktu kami berangkat. Kami makan di warung soto dekat terminal Garut. Wahh, rasanya seperti gak makan seminggu! Teh manis juga rasanya nikmat banget. Oya disana juga ternyata ada lapo loh! Lalu kami berangkat dari Garut kira-kira pukul 18.00. Ongkos ojeg, angkot ke terminal, dan bus ke Jakarta sama seperti sewaktu kami berangkat. Perjalanan pulang, gw ga ngerasa ngantuk sama sekali, tapi pegal sana-sini. Untung si Seto mau nemenin ngobrol, sementara teman lain tertidur. Kami sampai di Jakarta kira-kira pukul 22.30, lalu kami naik angkot ke arah Lenteng Agung seperti semula kami berangkat.
Me, Seto, Andi, Yusril, Restu berpose sebelum turun gunung

Dengan total pengeluaran Rp. 200.000,- per orang ini, gw bersyukur sekali mendapatkan pengalaman baru ini. Gw mendapatkan pemandangan yang indah, keintiman dengan teman2 baru, kaki memar2, badan pegal2, dan satu hal yang gw sadari, gw sama sekali lupa dengan semua pergumulan yg ada di otak dan hati gw. Mantap lah pokoknya! Terima kasih Restu, Seto, Yusril, Cukong..! and thank you my J. :D

Jelajah 7 Pulau


Hey! Long time no see! sebenernya gw udah ga ada niat untuk menulis di blog ini lagi, karena mengingatkan gw pada masa lalu yg menyedihkan *ahey. Yah tapi berhubung gw suka traveling, mungkin gw akan coba menuliskan pengalaman traveling gw. Yah, belum seberapa sih dibandingkan dengan traveler oke di luar sana. Tapi, berhubung ingatan gw juga kurang begitu bagus, gw pengen mengabadaikan pengalaman gw ini dlm bentuk tulisan supaya bisa gw kenang lagi, hehe.

Gw ga tau musti mulai dari mana nih karena udh banyak yg terlupakan.. mungkin gw akan mulai cerita pengalaman gw ke Kepulauan 1000 November 2011 kemarin. Ceritanya mungkin agak beda sedikit karna mungkin sudah banyak yang terlupa. Awalnya gw melihat iklan sebuah trip organizer yang menawarkan trip ke beberapa pulau di Kepulauan Seribu (Jelajah 7 Pulau), namanya Brownies Adventure. Gw agak ragu untuk ikutan karna teman2 yang gw ajak untuk ikut tidak bisa ikutan, sedangkan niat gw mau jalan2 itu udah di ubun2. Stress banget gw kerja mulu shifting system, susah refreshing. Mumpung cuti, gw harus memanfaatkan dengan sebaik mungkin. Akhirnya gw memberanikan diri untuk daftar sendiri. Gw ga perduli ga kenal siapa2, toh nanti dapet temen baru. yah.. agak deg2an juga sih, takut mati gaya gak ada yg gw kenal.
Beberapa hari pulang dari Bali, gw siap2 bangun pagi untuk jalan lagi ke Pulau Harapan. Well, gw nunggu bus jam 5 pagi itu berasa 1 tahun lamanya. Bus menuju Grogol jaraang banget. Dulu waktu gw mau ke Pulau Pramuka, alhamdulilah tuh dapet bus ke Grogol, trus dari Grogol naik angkot ke Muara Angke. Karna hari makin siang, ditambah hasrat ingin boker, gw akhirnya memutuskan naik taksi! Gile ga, naik taksi ke Grogol lewat tol. Untung ada duit di dompet gw buat bayar taksi! Gg. Waru-Terminal Grogol = Rp. 100.000. gileee.. setelah itu gw naik angkot ke Muara Karang, angkotnya jalan kayak siput, maklum masih pagi dan penumpang jarang. Gw terus berdoa supaya ga terlambat dan hasrat ingin boker cepat berlalu. Udah gitu, si abang angkot ga mau masuk sampe dalem Muara Angke, tapi memang keknya treknya ga sampe dalem. Nah,gw musti naik becak. Duh kebayang ga, naik becak tiba di pom bensin Muara Karang dengan penuh orang yg mau beranjak ke Kep. Seribu. Wew, teringat thn 2008 gw kesana, masih sepi yg mau ke Kep. Seribu. Gw melihat tatapan orang2 yg ngeliatin cewe sendirian bercelana jeans pendek bawa2 tas naik becak menuju ke arah mereka. hahahaha tahan malu banget gw. Mungkin mereka bingung kali ya, ni cewe ngapain sendirian. Akhirnya gw bertemu dengan sang PO trip tersebut yg berkulit hitam legam akibat too many outdoor activities haha, ga usah disebut ye nama lo.

Lalu kami naik ke kapal barang yg akan mengantarkan kami ke Pulau Harapan. Tarifnya ternyata belum banyak berubah, yah masih Rp. 30.000-an (lupa). Karna gw ikut trip organizer, jd ya udah all-in, diurus mereka semua. Setelah menemukan spot yang oke di kabin bawah kapal barang tersebut, gw mulai lirak lirik kiri-kana siapa tau ada yang kinclong hehe. Lalu, gw bertemu wajah familiar yang duduk ga jauh dari gw. Sepertinya kakak kelas gw di SMA 28. Tapi seinget gw, dia dulu botak. Berhubung gw ini ga bisa membendung rasa penasaran, gw colek lah lelaki yang sedang bermesraan dengan pacarnya itu (jadi inget ke Pulau Pramuka bareng pacar #eh).
“eh, anak 28 yah?”
“iya.. lo anak 28 juga?”
“iya.. Ria, lo?”
“Seto..”
Baru inget lah, gw kalo dia anak Rohkris 1 tahun di atas gw, anak pencinta alam, yang dulu pernah main band dan pernah menjadi bahan gosip karna suatu hal.. hahah peace ya kang mas! Ternyata doi alumni FE Atmajaya 2003, wew jadi inget mantan yg anak FE Atma 2003 juga huehe. Okay, skip! Ternyata di trip tersebut ada kurang lebih 5 orang lagi alumni 28 dr berbagai angkatan. Wah akhirnya ada juga yang gw kenal sedikit haha.
Sesampainya di Pulau Harapan (lebih jauh kurang lebih 1 jam dari P. Pramuka) gw melihat peradaban yang sudah cukup maju. Penginapannya lumayan banyak, dan pake AC pula, walaupun listriknya giliran. Jam 4 am- 4 pm listrik mati. Teringat waktu gw ke Pulau Pramuka listrik mati-nyala, air jarang, penginapan susah huf. Setelah istirahat makan siang, kami siap2 untuk berkeliling pulau dan snorkeling. Gw udah ga sabar snorkeling, walaupun ga bisa berenang, tapi gw cintaaa banget sama pantai dan laut.
Pulau pertama yang kami datangi ialah Pulau Bulat. Pulau ini katanya milik keluarga mantan Presiden Alm Soeharto. Pulau ini memiliki area tersendiri untuk berenang. Jadi ingat tempat mandi putri Kraton Jogja. Setelah foto-foto, dan keliling pulau, lalu kami beranjak ke pulau2 lain untuk snorkeling dan jalan2. Payah juga ingatan gw, kayaknya ke Pulau Bira, Bintang, dan Kayu Angin yang Bulu Babinya banyak. Di sini seorang kawan tersengat Karang Api yang membuat kulitnya bentol-bentol merah seluruh tubuh. Karang di Pulau Kayu Angin lumayan tinggi, jadi ga bisa mendekati pulau kecil yang berpasir putih dan hanya terdapat pohon2 kering ini. Pulaunya kecil, tapi cantik sekali, bisa untuk foto pre-wedding hehe. Namun, banyak sekali ranjaunya. Seperti bunga mawar yang cantik namun berduri *ihik. Kami berjalan hingga sunset tiba. Tapi kurang puas karena dalem lautnya kurang cantik, menurut gw. Sepanjang snorkeling gw juga ditemani oleh nelayan, mas-mas petugas perahu kami. Asem banget ye. Kalo dulu bisa gandengan pas snorkeling bareng pacar. Huehehe..


Setelah kembali ke home stay, kami mandi, istirahat, perkenalan, dan sharing2. Seneng banget bisa denger sharing dari Om Timmy Febrian, seorang diver handal Indonesia. Wew, jadi timbul lagi keinginan menjadi diver. Oh hobi yang sangat mahal. Setelah itu, ada door prize dan bakar ikan deh. Wahh lumayan puas dan seneng juga dapet door prize Cover Bag hehe. Besoknya kami bangun pagi2 untuk lihat sunrise di Pulau Harapan. Ga dapet maksimal sih, mataharinya ngumpet. Tapi awannya luarrr biasa!! Setelah sarapan, kami jalan2 ke Pulau Kotok Besar dimana ada penangkaran Elang Bondol. Bagus banget, tapi katanya belum dapet support dari pemerintah. Huh. Setelah itu kami jalan2 ke Pulau Kelapa Dua dan melihat penangkaran penyu.

Pukul 13:00 kami berangkat pulang menuju Muara Angke. Di kapal bisa tidur dan nge-charge handphone, mantap. Oya, di Kepualauan Seribu signal Indosat oke banget, tapi sewaktu mendekati Muara Angke, mulai deh lemotnya. Huh. Perjalanan pulang gw bareng temen2 baru, ada beberapa alumni 28 juga, naik angkot ke Stasiun Kota, lalu naik kereta dan turun di Tanjung Barat deh.
Dengan modal Rp 350.000 gw bisa merefresh otak gw from my high demanding job. I could enjoy the beauty of His creatures and could make new friends. Thank God! Berharap dapet rejeki lebih untuk beli kamera yang bagus untuk mengabadikan indahnya alam ini. Amin.