Sunday, March 18, 2012

Jelajah 3 Kota Part II


Day 3/ 22 Feb 12
08:00 kami berangkat dari penginapan menuju Wonosobo, namun terhambat karena ternyata ada longsor di daerah Selatan Dieng dikarenakan hujan deras semalaman. Akhirnya kami sampai di Wonosobo pukul 10:30. Kami menemukan Vihara di sana. Setelah mampir dan poto2 di Vihara Wonosobo, tidak disangka2 kami menemukan restoran Bebek Goreng H. Slamet. Waw thank God banget.
Setelah istirahat dan makan disitu, kami mencari bus menuju Solo. Setelah Tanya sana-sini ternyata udah gak ada bus langsung menuju Solo.
luntang lantung di Wonosobo sambil poto bareng Officer Rudi
Di sini mulai perselisihan gw dan Siskom. Doi yakin banget kalo ada bus menuju Solo menurut informasi dari teman2 yang dia percaya. Sedangkan pak polisi memberikan kami informasi kalo bus yang ke Solo langsung itu udah jaraaaang banget. Gw nanya bang Yunis juga katanya musti ke Bawen/ Magelang dulu lalu nyambung ke Solo. Malah si Siskom mampir ke warnet dulu katanya mau cari info, padahal mah menurut gw itu jadi buang2 waktu. Setelah berdebat, akhirnya Siskom setuju transit dulu di Magelang. Ini momen2 yang nyebelin banget. Ongkos bus Wonosobo –Magelang dimahalin Rp.15000,- harusnya Rp. 12000,-, malah dituruninnya di Secang, bukan Magelang, jd kami harus naik bus lagi ke terminal Magelang dgn ongkos Rp. 6000,-. Eh ada lagi, sim card-nya Siskom ilang di Secang waktu doi lagi hubungin kakaknya Rini, kawannya, yang rumahnya akan jadi home stay kami di Solo.

Setelah sampai di Terminal Magelang, Siskom naik ojeg balik lagi Secang untuk nyari Sim Card-nya. Eh waktu dia sedang pergi ke Secang, bus Eka (Magelang-Solo) berangkat deh.. menghela napas aja dah gw. Lalu Siskom sampai kembali di terminal dengan tangan hampa, pas banget bus Eka berikutnya dateng, ongkos Rp.19000,-. Kami diem2an dah di dalem bus. Kurang lebih pukul 22:00 kami sampai di Solo, dijemput oleh keluarganya Rini. Well, Rini sendiri pun ada di Bogor, dan kami nginep dirumahnya di Nusukan, Solo. Hehe. Lupa deh tuh berapa jam luntang lantung di jalan. Harusnya Wonosobo-Solo 3-4jam, kami sampe udah malem. Setelah bersih2, makan, dan masih silent moment antara gw dan Siskom, selagi gw menikmati The S.I.G.I.T di Radio Show, Miranda BBM kalo nyokapnya meninggal ..

Day 4/ 23 Feb 12
Setelah mandi dan sarapan, kami siap2 untuk jalan2 di Solo. Wah, baik banget keluarganya Rini, sarapan dan transportasi disediain semua! Setelah sarapan gudeg Solo, kami berangkat ke Sangiran, Museum Manusia Purba. Perjalanan kurang lebih 45 menit. Wah keren banget tu museum! Dengan biaya masuk ga nyampe Rp. 10000 per orang (lupa), kami bisa menikmati koleksi sejarah yang cantik itu. Setelah itu, kami pergi ke Alun-alun Solo (tapi gak masuk ke dalam) dan menikmati Dawet Bagus dan Soto Kwali. Nikmaat.

Setelah itu kami pergi ke Pusat Grosir Solo untuk beli batik Solo. Haduh ngiler banget gw liat2 batik di sana. Harga yang di Jakarta bisa di atas 100 ribu, di sana 60 ribu-an. Di depan PGS banyak banget tenda makanan, rasanya pengen banget kulineran di sana. Setelah itu, kami makan Selat Cah Daging dan Sup Matahari di Vien’s di Jl. Hassanudin. Uenak tenan.. Karena waktu yang terbatas, kami langsung kembali ke rumah dan beres2 untuk siap2 berangkat ke Jogja. Hatur nuhun sanget untuk keluarganya Rini karena kami dijamu baik sekaliiii.. dan uang yang keluar Cuma untuk beli batik Solo. I wish we had more time to spend in Solo..
Pusat Grosir Solo


Pukul 17:00 kami ke Stasiun Solo Balapan untuk beranjak ke Jogja, kota favorit gw dan Siskom <3. Kira2 pukul 18:00 kereta Pramex yang bertarif Rp. 20000 berangkat menuju Jogja. Waktu asik2 ketawa2 ngobrol2, tiba-tiba Siskom kehilangan iPod Touch-nya. Wah panic moment! Dicari kemana-kemana gak ada. Para penumpang bukannya prihatin malah ketawa2. \

Setelah sampe di Stasiun Tugu, kami membuat laporan di pos satpam. Setelah itu kami mencari penginapan di Jl. Sosrowijayan alias Sarkem #oops. Awalnya kami bingung karena kami salah masuk gang. Di antara 3 gang tersebut, ada 1 gang tempat prostitusi. Gw kaget, kok masuknya minta uang keamanan trus ada dangdutan, cewek2 seksi, ada yang mabok, pangku2an, dangdutan.. akhirnya kami menyadari kalo kami salah masuk gang, macam di Mengejar Mas-mas. Deg2 an moment. Lalu kami ke gang yang lain, mencari penginapan yang bisa Rp. 50000,-. Di sana kami bertemu anak remaja labil bernama Iput yang baik hati yang bersedia menemani dan bantu kami nyari penginapan. Akhirnya kami menemukan penginapan bertarif Rp. 50000 per malam, yang berfasilitas 1 springbed berukuran sedang, 1 meja kecil, dan 1 kamar mandi kecil yang berbonus kecoak! Ugh! Setelah beres2, kami jalan2 ke Benteng cari makan bersama diantar Iput dengan motornya. Jam 23:00 kami kembali ke penginapan untuk istirahat dan rencana besok ke Pantai Baron.

Day 5/ 24 Feb 12

Jl. Sosrowijayan
Bangun pagi-pagi, siap2 ke Baron, cari sarapan di Malioboro. Kami beli bubur ayam. Gw nanya: “berapa mbak?” trus si Siskom marah, dia bilang: “kan tadi gw udah tanya ‘piro’? tapi lo tanya pake bahasa Indonesia, jadi mahal kan 6000, harusnya bisa 3000.” Wah langsung berantem deh gw sama Siskom sambil sarapan sambil mengungkit2 masalah selama perjalanan kami. Tapi yah namanya sahabat, habis ngeluarin uneg2, keplak2an pala lagi dah.


Jok TransJogja
Lalu kami naik transJogja menuju terminal Giwangan. Ongkosnya Rp 2000, dan bus-nya jelek banget. Joknya udah pada rusak, malah pantat gw kena paku. Dari terminal Giwangan kami bingung mau naik apa. Seharusnya naik bus ke Wonosari, lalu bus Wonosari-Baron. Kami berencana naik motor, karena kalo naik bus bisa 3 jam. Kami coba cari tempat penyewaan motor. Seorang tukang becak menawarkan mengantarkan kami ke tempat penyewaan motor. Ternyata si bapak mengantarkan kami ke Bantul, dan si penyewa motor ga mau menyewakan kami motornya karena gak percaya. Siskom menghubungi sodaranya yang di Bantul.

Ujung2nya, kami pergi ke pasar Niteng untuk ketemu sama kakaknya Siskom. Karena waktu sudah siang, kami akhirnya menghabiskan hari belanja di pasar tradisional Niteng, main kerumah kakaknya Siskom di Bantul, lalu kembali ke penginapan sore hari.

Malamnya kami main bersama teman dunia mayanya Siskom bernama Bayu, yang belum pernah ketemu, dan kawannya Redy seorang sound engineer, di Benteng. Gw dan Siskom juga nyanyi bareng pengamen di Benteng, nyanyi lagu Yogyakarta-nya Kla Project. Seru banget! Karena besoknya si Bayu kerja, kami ga sampe malem2 banget mainnya, kami juga besok rencana bangun pagi untuk meneruskan rencana kami ke Baron. Pukul 22:00 kami kembali ke penginapan.

Jelajah 3 Kota Part I


Okay, saat ini gw mau cerita liburan gw ke 3 kota, 1 hari setelah gw kembali dari Cikuray. Gw berencana untuk pergi ke Wonosobo, Solo, dan Jogja bareng Siskom. Kenapa ga Jogja dulu baru Solo? Karena Jogja merupakan kota favorit gw dan Siskom jadi kami mau puncaknya disana. Kami sudah merencanakan trip ini sejak akhir 2011, setelah bargain akhirnya dapet lah tanggal 20-25 Februari 2012. Awalnya gw agak males melanjutkan rencana ini karena gw capek banget abis dari Cikuray, tapi gw juga gak enak sama Siskom karena ini udah rencana kami sejak lama, akhirnya kami berangkat deh. Nah, gw mau certain trip kami per harinya ya..

Day 1/ 20 Feb 12
inside the bus
Gw berangkat dari rumah naik angkot ke Terminal Lebak Bulus dan ketemu Siskom di sana. Lalu kami naik bus Sinar Jaya Jakarta-Wonosobo ekonomi Rp 65.000,- gw ga suka naik bus ekonomi non-AC karena pasti banyak yang merokok, tapi itu bus terakhir yang bisa kami naiki berhubung kami bisanya berangkat sore. Bener aja tuh banyak bgt yg merokok! Bus berangkat pukul 18:30 dan kami duduk tepat di belakang pak supir supaya bisa ngobrol2 sama pak supir. Kami duduk di tempat duduk yang bertiga, ternyata di samping kanan Siskom itu bumil muda, jadi mual2 dan muntah2 mulu hahaha. Serunya berkenalan dengan pak supir dan asistennya, sewaktu berhenti di restoran, kami diajak makan gratis bersama supir2 Sinar Jaya lainnya :D

Day 2/ 21 Feb 12
Breakfast @ Terminal Wonosobo
Setelah perjalanan selama kurang lebih 11 jam, kami sampai di Terminal Wonosobo. Dari terminal itu terlihat Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Kami sarapan di kantin yang biasa si supir makan, tapi kali ini kami bayar. Lumayan mahal juga di kantin Mbak Dewi ini. Gw makan nasi, ikan asin, tempe mendoan, tahu, es teh manis Rp 12.000, padahal gw ngambilnya se-encrit2 doang. Setelah sarapan, jam 07:30, pak supir yang hendak istirahat di mess-nya mengantar kami ke perempatan yang menuju ke Dieng Plateau. Setelah mengucapkan kata perpisahan dengan pak supir dan asistennya yang genit itu, kami naik angkutan mini bus Wonosobo-Dieng yang bertarif Rp. 8.000,- jaraknya jauh juga ternyata ya, mungkin lebih dari 20 km. Pak supir yang katanya mantan guide ini menjelaskan kiri-kanan sambil menawarkan untuk jadi guide kami dengan biaya Rp. 450.000,- idih males banget. Agak nyesel juga sih duduk di depan, si pak supir sok akrab ngomong mulu sambil senggol2 pula! Tapi yah lumayan informasi yang diberikan, jadi nambah pengetahuan gw juga. Sepanjang perjalanan gw menikmati indahnya Dieng. Dataran tinggi dengan ladang yang meliuk-liuk dan udara yang segar. Hasil ladang yang umumnya ada di sana adalah Kentang, Paprika, Selada, Kol, Carica, dll. Carica merupakan buah sebangsa Pepaya yang konon hanya dapat tumbuh di Amerika lalu ternyata dapat hidup di dataran tinggi Dieng. Biasanya diolah menjadi manisan. Rasanya enak loh!
Dieng Plateau

Penduduk Dieng umumnya santri dan yang wanita menggunakan kerudung. Jadi memang terlihat banget kalau bukan penduduk asli. Kami turun di pinggir jalan (asal nebak) lalu mencari penginapan. Target biaya penginapan kami adalah Rp. 50.000,- per malam. Awalnya agak susah mendapatkannya, namun setelah tawar-menawar, kami dapat penginapan Rp. 50.000,-/ malam di Ndarawati Home Stay. Penginapannya seperti kos2an yang ada di dalam rumah. Kamarnya berukuran kurang lebih 3x3 meter dengan 1 tempat tidur besar, 1 meja kecil, dan cermin kecil, dan stop kontak tentunya. Nah, penting banget nih bawa kabel rol dalam suatu trip karna banyak banget yang mau direcharge seperti kamera, ponsel, iPod, dll. Penginapan ini juga punya fasilitas air hangat, berhubung suhu disana amit2 dah dinginnya.

Setelah beres-beres dan istirahat kurang lebih 3 jam, kami berjalan menyusuri jalan (lupa namanya) sampai ke Telaga Warna. Sebelum masuk ke Telaga Warna kami makan mie khas Wonosobo: Mie Ongklok, harganya kalo ga salah Rp. 8000,- (lupa) mie-nya besar2 kayak Mie Gomak-nya Medan, trus ada tahu goreng kecil2, ditambah daun2an dan rempah2, enak euy! Setelah itu, kami masuk kawasan Telaga Warna dengan biaya Rp. 6000,-. Sebenarnya kami sempat diberitahukan sama seorang pemuda jalan pintas masuk Telaga Warna (yang nggak bayar) cuma kami agak ragu, karna hutan2 gitu. Lalu kami berfoto-foto dan menyusuri hutan yang mengelilingi Telaga Warna itu. Telaga Warna-nya sangat cantik, namun katanya jauh lebih cantik bila tidak habis hujan (waktu itu habis hujan). Di dalam hutan tersebut kami berkenalan dengan ibu2 yang sedang mencari kayu bakar, lalu berkenalan dengan seorang pemuda penjaga Telaga Warna bernama Andi.

Kawah Sikidang
Setelah mengobrol2 dengan Mas Andi, kami minta tolong Mas Andi untuk mengantar kami ke Kawah Sikidang (karna ojeg disana mahal banget). Lalu kami keluar dari Telaga Warna melalui jalan pintas yang gak bayar itu! Yah yang tau hanya penduduk. Next time kami kesana, lewat sana aja lah. Haha. Lalu Mas Andi mengantarkan kami ke Kawah Sikidang, 1 motor bertiga, Siskom di tengah2. Trek menuju ke Kawah Sikidang seperti trek menuju kaki Gn. Cikuray. Gilee bergetar men! Apalagi kami ber3! Haha. Kawah Sikidang merupakan kawah aktif dengan lumpur mendidih dan uap ber-bau belerang yang melimpah ruah. Tapi cantik banget! Setelah mengabadikan momen disana, kami beranjak pergi, sekarang giliran gw duduk di tengah. Wew ternyata bau tidak sedap datang dari Mas Andi dengan bajunya yang super kotor, well dia kerja di hutan. Siskom: “akhirnya lo merasakan, sekarang giliran lo..” hahaha. Lalu kami beranjak ke Candi Pandawa Lima rencananya mau lihat sun set disana. Mas Andi pulang dan kami menunggu senja datang. Niatnya mau makan kentang goreng sambil nunggu senja. Tapi harganya Rp. 10.000 semangkuk kecil! Buseng! Gak jadi dah! Sewaktu senja datang, ternyata sang matahari bersembunyi, huh! Kemudian kami memutuskan kembali ke penginapan, dijemput lagi sama Mas Andi. Kami memberikan Rp. 20.000,- sebagai tanda terima kasih kami. Setelah mandi, kami makan malam di tukang nasi goreng dekat penginapan, bersama Mas Andi dan Mas Heri, abangnya Mas Andi. Nasi gorengnya lumayan enak, Rp. 7.000,-. Setelah makan dan mengobrol2, kami kembali ke penginapan untuk istirahat dan bersiap2 besok untuk beranjak ke Solo. Sejauh ini pengeluaran sudah Rp. 138.500,-.

Wednesday, March 7, 2012

Trip to Mt. Cikuray, Garut


Puncak Cikuray in the morning, taken by Seto
Sekarang gw mau cerita tentang pengalaman pertama gw naik gunung. 17-19 Februari 2012 kemarin gw ikutan temen gw naik ke Gn. Cikuray, Garut bareng Seto, Yusril, Andi (Cukong), dan Restu. Ini keinginan gw dari dulu yang belum tercapai. Akhirnya, ada yang ngajakin hehe. Awalnya gw agak ragu karena tgl 20-25 Februari 2012 mau jalan juga sama Siskom, cape euy. Kenapa gw punya banyak waktu begitu? Karena gw baru aja resign dari rumah sakit swasta itu.
Kami berangkat pukul 22.00 tgl 17/2/12 dari rumah seorang kawan (Firman) di daerah Lenteng Agung. Kami naik angkutan T19 ke Terminal Kp. Rambutan dengan biaya Rp. 5000,- per orang. Sebenernya ga perlu semahal itu, tapi berhubung tas kami segede gaban, jd ya lebihin dikit lah. Lalu dari Terminal Kp. Rambutan kami naik bus ke arah Garut. Kami berangkat jam 24.00 dari Terminal Kp. Rambutan. Gw lupa nama busnya apa, yang jelas itu bus ber-AC, AC-nya dingin banget! Sewaktu mau berangkat, ada iklan sedikit, si Yusril diare jadi musti ke toilet dulu, sampe mesti disamperin Seto dulu hahaha. Ongkos per orangnya kalau ga salah Rp. 35.000,-. Perjalanan menuju Terminal Garut kurang lebih 4 jam. Kami sampai subuh2 gelap ngantuk dan kedinginan di sana. Seru banget kali ye klo pergi bareng pacar biar ada yang bisa dipeluk *uhuy.

si 'Ojeg Setan'
Dekat Terminal Garut ada pasar tradisional. Kami beli bahan2 untuk masak di sana. Setelah itu, kami naik angkot ke pangkalan ojeg Citelu. Lalu kami beli sarapan nasi kuning, beres2 tas, dan foto2, kami diantar abang2 ojeg ke stasiun TV TPI tempat ‘pintu masuk’ Gn. Cikuray, biaya per ojeg ini Rp 40.000. Ada juga kelompok lain yang menuju spot itu dengan menyewa pick-up. Ini kali pertamanya gw merasakan naik ‘ojeg setan’. Kenapa gw sebut ‘ojeg setan’? Trek menuju stasiun TV TPI itu luar biasa, berbagai macam jenis permukaan jalan ada, aspal, tanah, becek, bebatuan, ditambah alur yang berbelok-belok dan menanjak. Nah, si abang2 ojeg ini ngebut banget! Wew. Si abang ojeg gw udah abah2 dan motornya terlihat rongsok, namun luar biasa kuatnya. Gw sampe bergetar naik motor itu. Getarannya lebih mengancam jiwa daripada getaran jatuh cinta. Waduh, susah diungkapkan dengan kata2 deh.

Sesampainya di stasiun TPI, kami semua mengungkapkan bagaimana luar biasanya naik ojeg setan tersebut. Hahahaha.. Lalu kami sarapan, dan siap2 untuk naik. Rada takut juga gw. Fisik gw ga gitu kuat, takut gw nyusahin kawan2 pria ini. Pukul 08.00 kami memasuki kebun teh yang kemiringannya kurang lebih 45 derajat! Baru jalan 100 meter aja gw udah ngos2an. Tinggi gunung ini 2.818 m dpl, dengan kemiringan yang sangat miring hehe. Intinya gw dikit2 ngaso deh! Jadi ga enak juga sih, gara2 gw jadi sering istirahat. Hahaha. Malah bawaan berat banget! Tapi dibandingkan teman2 gw sih, gw paling enteng haha. Oya, gunung ini cukup terkenal angker karena pernah ada pendaki yang hilang, trus ada pendaki yang 'ketemu' sama si orang hilang yang bernama Rani itu.

me and Cukong, belom apa2 udah ngaso

Di sana ga ada sumber air, jadi musti bawa air dari bawah. Temen gw, si Restu dan Seto lah yang paling kuat. Gw gatau itu mereka pake batre apa yah, yaa namanya juga udah master. Merem juga udah sampe puncak. Seto bilang kalo naik gunung itu pas naik pasti ngerasa “ngapain sih, cape2?” dan ngerasa ga mau naik lagi. Tapi kalo udah selesai, pasti mau lagi. Selama naik, gw sumpah serapah dalam hati ‘gak mau lagi!’ Gak kuaatt huhu. Untung si para lelaki ini lucu2, jd sangat menghibur. Kami terus berjalan melewati hutan di jalan yang ‘vertikal’. Setelah melewati 5 pos, puncak bayangan, dan sekian kali beristirahat, akhirnya sampai juga di puncak kira2 pukul 16.30. Wahh puas banget rasanya. Indah sekali pemandangan dari atas puncak Cikuray. Tapi kami ga dapet spot untuk buka tenda, karena banyak juga yang sedang naik. Kemudian kami agak turun lagi kurang lebih 100 meter untuk mencari spot yang oke untuk buka tenda.

our tents

Setelah jalan kurang lebih 8 jam, ingin rasanya gw mandi. Keringatan + kedinginan = lepek. Sementara para lelaki membangun tenda, gw duduk sambil makan Oreo Ice Cream yang berwarna oranye. Enak coy. Lalu kami beres2, atur tempat untuk tidur, ganti baju, dan masak untuk makan malam. Menu kami malam itu nasi+nugget+ soup. Enak juga hasil masakan di nesting. Hari makin gelap. Kami main kartu smpai jam 22.00 sambil memasak nasi untuk bikin nasi goreng esok harinya. Gw tidur bareng Seto dan Yusril. Gw dapet di pinggir kanan yang tanahnya gak rata. Huh. Tapi untunglah sleeping bag-nya lumayan tebal. Dinginnya ajegilee.. kencangnya angin beradu dengan tenda menghasilkan suara yang lumayan nyaring, seperti orang sedang bersiul.


Restu and me, bikin nasi goreng
Pukul 5 pagi terdengar sayup2 suara anak2 pencinta alam asal sebuah SMA negeri yang terletak di Bukit Duri, menyanyikan Indonesia Raya. Waw, awalnya gw piker itu mimpi. Ternyata bener, pagi2 buta di suhu minus derajat celcius, ada anak2 menyanyikan lagu kebangsaan. Para lelaki membangunkan gw untuk lihat sunrise, haduuhh gak kuat gw dinginnya, dan membayangkan musti naik lagi ke puncak karna tenda kami gak di puncak. Badan gw kayak cucian yang habis diperas, bergerak aja susah! Setelah hari terang, gw mulai siap2 untuk masak sarapan pagi. Ternyata, di tenda sebelah, Cukong masih tidur. Doi ga ikutan naik ke puncak juga. Yusril, Restu, dan Seto bilang bagus banget di atas. Agak nyesel juga sih gw ga ikutan, tapi beneran ga kuat dinginnya dan naik ke atas lagi. Menu sarapan kami adalah nasi goreng, nugget, dan bakso goreng. Setelah sarapan dan packing, kami siap2 untuk turun. Kami turun kurang lebih jam 9.30. Turun gunung memang lebih cepat, tapi kaki gw bergetar banget. Lebih susah turun ternyata haha, kepeleset dan kepentok kayu berkali-kali, ditambah hujan ringan yang turun.

turun gunung

Kami sampai di stasiun TPI kira2 pukul 15.30. Setelah ber-beres2 dan bersih2, kami dijemput kembali oleh sang ‘ojeg setan’. Perjalanan seperti sewaktu kami berangkat. Kami makan di warung soto dekat terminal Garut. Wahh, rasanya seperti gak makan seminggu! Teh manis juga rasanya nikmat banget. Oya disana juga ternyata ada lapo loh! Lalu kami berangkat dari Garut kira-kira pukul 18.00. Ongkos ojeg, angkot ke terminal, dan bus ke Jakarta sama seperti sewaktu kami berangkat. Perjalanan pulang, gw ga ngerasa ngantuk sama sekali, tapi pegal sana-sini. Untung si Seto mau nemenin ngobrol, sementara teman lain tertidur. Kami sampai di Jakarta kira-kira pukul 22.30, lalu kami naik angkot ke arah Lenteng Agung seperti semula kami berangkat.
Me, Seto, Andi, Yusril, Restu berpose sebelum turun gunung

Dengan total pengeluaran Rp. 200.000,- per orang ini, gw bersyukur sekali mendapatkan pengalaman baru ini. Gw mendapatkan pemandangan yang indah, keintiman dengan teman2 baru, kaki memar2, badan pegal2, dan satu hal yang gw sadari, gw sama sekali lupa dengan semua pergumulan yg ada di otak dan hati gw. Mantap lah pokoknya! Terima kasih Restu, Seto, Yusril, Cukong..! and thank you my J. :D